








Hanya coba merekam dan belajar kehidupan melalui sebuah kamera dan keagungan cahaya sebagai pemeran utamanya.














Tubuhnya mungkin tak setangguh dulu ketika menaklukan kuda-kuda liar untuk dilatih, tapi ia tetaplah seorang penakluk. Pak Engking yang merupakan generasi kedua pelatih kuda renggong tetap bersemangat meneruskan tradisi yang menjadi kebanggaan dan ikon kota Sumedang. Kuda baginya merupakan bagian yang tak teripisahkan dari hidupnya meski ia harus rela kehilangan salah satu jari tangan akibat ulah binaannya. Halaman rumah seakan menjadi saksi bisu akan ketangguhan pak Engking dalam menaklukkan kuda-kuda liar bersama dua orang asistennya. Ringkikan dan serangan brutal dari kuda liar yang pertama kali dilatih seakan menjadi cambuk untuk dapat mengalahkan binaanya tersebut.





